Mimpi SDGs 2030 dan Indonesia 2045 Memburuk ?
Mengenai isu mengenai potensi memburuknya agenda Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) 2030 dan dampaknya terhadap visi Indonesia Emas 2045.
Terancamnya Mimpi: Memburuknya Agenda SDGs 2030 dan Implikasinya pada Indonesia Emas 2045
Agenda Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) 2030, dengan 17 gol ambisius yang mencakup spektrum pembangunan sosial, ekonomi, dan lingkungan, merupakan komitmen global untuk mewujudkan masa depan yang lebih adil dan berkelanjutan. Indonesia, sebagai anggota aktif Perserikatan Bangsa-Bangsa, turut mengadopsi agenda ini sebagai panduan pembangunan nasional, yang diharapkan dapat menjadi landasan yang kokoh untuk mencapai visi Indonesia Emas 2045 – negara maju, berdaulat, adil, dan makmur pada peringatan 100 tahun kemerdekaan. Namun, berbagai tantangan global dan domestik saat ini mengindikasikan potensi memburuknya pencapaian SDGs 2030, yang secara langsung mengancam terwujudnya cita-cita luhur Indonesia Emas 2045.
Salah satu faktor utama yang menggerogoti kemajuan SDGs adalah dampak pandemi COVID-19. Krisis kesehatan global ini tidak hanya merenggut jutaan nyawa, tetapi juga memicu kontraksi ekonomi yang signifikan, meningkatkan angka kemiskinan dan ketimpangan, serta mengganggu sistem pendidikan dan kesehatan. Kemajuan yang telah dicapai dalam beberapa tahun terakhir, seperti penurunan angka kemiskinan ekstrem dan peningkatan akses terhadap layanan kesehatan, mengalami kemunduran akibat pandemi. Pemulihan yang lambat dan tidak merata di berbagai sektor memperlambat upaya pencapaian target SDGs yang tersisa.
Selain pandemi, konflik geopolitik dan krisis kemanusiaan di berbagai belahan dunia turut memberikan kontribusi negatif terhadap agenda global ini. Perang dan instabilitas regional menyebabkan penderitaan manusia yang luar biasa, pengungsian massal, dan kerusakan infrastruktur yang menghambat pembangunan. Alokasi sumber daya yang seharusnya digunakan untuk mencapai target SDGs dialihkan untuk mengatasi dampak konflik dan memberikan bantuan kemanusiaan. Gangguan pada rantai pasok global akibat konflik juga memperparah krisis pangan dan energi, yang secara langsung menghambat upaya pengentasan kelaparan (SDG 2) dan penyediaan energi bersih dan terjangkau (SDG 7).
Lebih lanjut, perubahan iklim yang semakin nyata dan dampaknya yang destruktif menjadi ancaman eksistensial bagi pencapaian seluruh tujuan SDGs. Kenaikan permukaan air laut, bencana alam yang semakin sering dan ekstrem, serta perubahan pola cuaca mengancam ketahanan pangan, ketersediaan air bersih, dan pembangunan infrastruktur. Indonesia, sebagai negara kepulauan yang rentan terhadap dampak perubahan iklim, merasakan langsung konsekuensinya. Kerusakan lingkungan dan hilangnya keanekaragaman hayati (SDG 15) juga semakin memperburuk situasi, mengancam ekosistem dan sumber daya alam yang menjadi tumpuan kehidupan.
Di tingkat nasional, tantangan internal juga berkontribusi pada potensi terhambatnya agenda SDGs. Ketimpangan ekonomi dan sosial yang masih tinggi, meskipun telah ada upaya untuk menguranginya, menjadi batu sandungan dalam mewujudkan keadilan dan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat (SDG 10). Akses terhadap pendidikan dan layanan kesehatan yang berkualitas masih belum merata, terutama di wilayah terpencil dan tertinggal. Selain itu, tantangan tata kelola pemerintahan, korupsi, dan penegakan hukum juga menghambat efektivitas implementasi program-program pembangunan yang mendukung pencapaian SDGs (SDG 16).
Memburuknya agenda SDGs 2030 memiliki implikasi serius terhadap visi Indonesia Emas 2045. Jika target-target pembangunan berkelanjutan tidak tercapai, fondasi untuk mewujudkan negara maju dan sejahtera akan rapuh. Generasi emas yang diharapkan menjadi motor penggerak Indonesia pada tahun 2045 akan menghadapi tantangan yang lebih besar akibat warisan masalah sosial, ekonomi, dan lingkungan yang belum terselesaikan. Kemiskinan, ketimpangan, kerusakan lingkungan, dan kualitas sumber daya manusia yang rendah akan menjadi penghalang utama dalam mencapai kemajuan yang diimpikan.
Oleh karena itu, diperlukan upaya yang lebih kuat dan terkoordinasi dari seluruh pemangku kepentingan – pemerintah, masyarakat sipil, sektor swasta, dan akademisi – untuk mengakselerasi pencapaian SDGs 2030. Pemerintah perlu mengambil langkah-langkah kebijakan yang lebih ambisius dan inovatif, dengan mengintegrasikan prinsip-prinsip keberlanjutan dalam setiap aspek pembangunan. Investasi yang lebih besar dalam pendidikan, kesehatan, infrastruktur berkelanjutan, dan adaptasi terhadap perubahan iklim menjadi krusial. Peningkatan tata kelola pemerintahan, pemberantasan korupsi, dan penegakan hukum yang adil juga menjadi prasyarat penting.
Selain itu, kemitraan global yang kuat dan solidaritas internasional tetap esensial dalam mengatasi tantangan-tantangan global yang menghambat pencapaian SDGs. Indonesia perlu terus aktif berperan dalam forum-forum internasional untuk mendorong aksi kolektif dalam mengatasi pandemi, konflik, dan krisis iklim. Transfer teknologi, bantuan keuangan, dan berbagi praktik terbaik antar negara menjadi penting untuk mempercepat kemajuan di semua negara.
Sebagai penutup, agenda SDGs 2030 bukan hanya sekadar daftar target, tetapi juga peta jalan menuju masa depan yang lebih baik bagi seluruh umat manusia. Memburuknya pencapaian agenda ini bukan hanya akan menggagalkan komitmen global, tetapi juga mengancam mimpi Indonesia untuk menjadi negara emas pada tahun 2045. Dengan kesadaran akan tantangan yang ada dan tindakan yang lebih tegas dan terkoordinasi, Indonesia masih memiliki peluang untuk kembali ke jalur yang benar dan memastikan bahwa visi Indonesia Emas 2045 tidak hanya menjadi mimpi belaka, tetapi kenyataan yang terwujud berlandaskan pembangunan yang berkelanjutan dan berkeadilan.
Komentar
Posting Komentar